Di suatu hari, di penghujung senja. Mataku berbinar-binar menyaksikan barisan burung yang melintasi titik pandangku dalam jingganya langit senja. Kala itu, aku, Randy, dan Biru sedang berdiskusi apakah kita akan ikut kunjungan industri semester ini atau tidak. Pasalnya, saat itu kami tengah mempersiapkan diri menghadapi Ujian Akhir Semester (UAS) yang akan dilaksanakan tepat sehari setelah kegiatan kunjungan industri berlangsung. Berbagai pendapat dan pertimbangan telah kami ungkapkan satu sama lain untuk mencari jawabannya. “Aku ingin ikut saja, sekalian nyari referensi buat topik skripsi semester depan. Lagi pula, sepertinya ini bakal jadi momen liburan terakhir bareng temen kampus”. Ujar Biru. “Ya sudah, kami juga ikut kamu saja”. Balas aku dan Randy.
Keesokan harinya, di pelataran gedung Fakultas Hukum, kami bertiga duduk di bawah rindangnya pepohonan sambil menatap danau di hadapan kami. Ketika kami asyik mengobrol, tiba-tiba... “Diberitahukan kepada seluruh Mahasiswa Prodi Pendidikan Geografi yang besok akan melaksanakan kunjungan industri, diharap berkumpul di Aula Gedung Jenderal Sudirman untuk pembekalan sebelum kalian berangkat, terimakasih”. Terdengar suara annountcement yang khas berkumandang di setiap sudut kampus. Kami pun beranjak pergi dari sana untuk menghadiri pembekalan kunjungan industri. Dari sekian banyak pengumuman yang disampaikan panitia, hanya satu yang menjadi highlight dan terus-menerus memenuhi isi pikiranku. Yaitu “Sesuai namanya, kunjungan industri dibuat untuk tambahan tugas praktikum kalian semester ini sebelum semester depan kalian mulai menyusun skripsi. Tugasnya mudah, analisis hal-hal yang menarik dan berguna untuk dijadikan karya tulis ilmiah, batas akhir pengerjaannya adalah 1 bulan setelah kunjungan industri, dihitung sejak kalian menghadapi Ujian Akhir Semester”. Bagaimana tidak? Ditengah kesibukan mempersiapkan diri menghadapi UAS, pihak kampus tiba-tiba saja mengadakan kunjungan industri, dan juga dibuat laporan. “Haduhhhh, UAS aja kewalahan, malah disuruh bikin makalah segala”. Keluh Randy.
Sepulang dari kampus, siang itu aku, Biru, dan Randy menyempatkan diri untuk membeli bakso di tempat langganan kami. Sejak saat itu, satu-satunya topik obrolan yang kami bahas adalah terkait pelaksanaan kunjungan industri. Ditengah-tengah menyantap semangkuk bakso berkuah merah pekat di tengah teriknya matahari, Biru dengan cucuran keringat di wajahnya mengungkapkan pendapatnya. “Gimana kalo kita ngajak Dodi buat join kelompok kita? Kita kan hanya bertiga, kurang satu personil lagi nih”. Uhukkkkk, aku tersedak bakso yang sedang ku santap ketika mendengar pertanyaannya. “HEH RU! KAMU HABIS KESURUPAN APA? MASA KITA NGAJAK DODI SI WIBU BAU BAWANG ITU BUAT SATU KELOMPOK? “ Ujar Randy. “Tenang dulu bro, gue belom selesai ngomong” balas Biru. “Gue ngajak dia juga bukan tanpa alesan kali, kita-kita kan lagi sibuk nyiapin UAS biar IPK bisa tetep naik, nah kita fokus aja ke ujian masing-masing. Si Dodi ini kita peralat jadi penulis karya ilmiah kelompok kita nanti. Gimana?”. “Ide bagus tuhhh, tumben banget ni anak otaknya encer” Balasku. Kemudian, di jalan pulang, kami menghubungi Dodi untuk bergabung bersama kelompok kami. Dan beruntungnya, Dodi bersedia menerima ajakan kami dengan senang hati.
Sepulang kunjungan industri, tepat satu hari sebelum UAS dilaksanakan, Aku, Biru, dan Randy memutuskan untuk menginap di rumah Biru untuk belajar bersama. Di tengah kesulitan menghitung sensus penduduk, tiba-tiba saja... “KRINGGGGG” Bunyi suara panggilan dari Handphone Randy dengan khas suara nyaringnya. “Selamat Malam nak, ini dengan Pak Indra, ketua pelaksana kegiatan kunjungan industri kemarin”. “Oh iya ada apa pak? Tumben malam-malam begini telfon”. “Iya nih ran, selaku ketua kelas, bapak titip pesan buat rekan Mahasiswa yang lain ya, beritahu mereka bahwa batas akhir pengerjaan karya tulis ilmiah dipercepat menjadi hari ketiga pelaksanaan UAS, karena satu bulan ke depan bapak akan ambil cuti untuk menyelesaikan suatu urusan di UK. Harap dimengerti, bapak tunggu hasilnya di meja bapak” ucapnya.
“DOSEN GILA! NGASIH TUGAS SEENAK JIDAT! DIKIRA BIKIN MAKALAH SEGAMPANG BIKIN TELOR CEPLOK KALI!” Amukku di tengah fokus memecahkan rumus perhitungan sensus penduduk yang sulitnya tujuh keliling. “Gimana dong ini? Gue ga siap kalo harus selesai tanggal segitu.” Keluh Randy. “Tenang broooow, kita punya Dodi yang selalu siap dan gercep ngerjain tugas” Ujar Biru berusaha menenangkan gejolak amarah kami yang berapi-api. “Yaudah, coba lo telfon si Dodi nya, dia mau ga ngerjain secepet itu? Jangan bisanya tenang-tenang doang!”.
“Halo Dod, gimana? Lo udah baca kan info yang udah dishare Randy di group chat angkatan?” Tanya Biru. “Emm, gimana ya.. bukannya gue ga mau dapet nilai, tapi UAS gue gimana? Jawab Dodi. “Ahh, soal itu mah gampang, nanti di kelas kode-kode aja ke kita bertiga, pasti kita bantu kok.” Rayu Biru. “Yaudah, oke deh, nanti malem kita bahas bareng-bareng di Kopi Klothok ya, gue tunggu jam 9”. “Wokeee sip” jawab kami serempak.
Tak terasa, dua hari telah berlalu. Tiba saatnya hari dimana Pak Indra menetapkan tenggat waktu pengerjaan makalah ini. Selepas ujian selesai, kami berempat menemui Pak Indra di ruangannya. “Permisi pak, ini tugas makalah nya, jika ada revisi boleh hubungi kami aja ya pak biar langsung kami kerjakan saat itu juga, lebih cepat lebih baik. Bukan begitu, pak?”. “Iya-iya sana, bisa aja kamu ini kalo soal rayu - merayu, sudah sana keluar!, antrian panjang tuh di belakangmu”. “Baik pak, terimakasih sebelumnya”.
Malam harinya, ketika kami berempat nongkrong di cafe langganan kami, “ting” lagi-lagi suara notifikasi Randy berbunyi paling keras, semua pandangan pengunjung cafe tampak menyoroti kami. Ternyata, itu adalah notifikasi pesan masuk dari pak Indra. “Selamat malam, Randy. Bapak hanya mau menyampaikan bahwa makalah kelompok kamu bapa acc tanpa revisi sedikitpun”. Kami berempat sontak berteriak mengetahuinya dan berhasil mencuri perhatian pengunjung cafe untuk yang kesekian kalinya. “Thank You, Dod!. Kalo ga ada lo, gatau deh gimana nasib kita sekarang. Malem ini, lo kita traktir sepuasnya!”