Harinya sudah berganti, namun langkahnya masih terhenti di tempat yang sama. Memang berat jika hidup di dunia yang penuh dengan tipu daya, mati-matian mengejar duniawi yang tak hentinya membuat setiap insan semakin jauh dari sang pencipta.
Waktu begitu cepat berlalu, yang kemarin masih di timang-timang sekarang sudah menjadi anak gadis yang sedang mencari jati diri. Ini bukan tentang gadis kota yang bergelimangan harta, bukan pula putri bangsawan dengan singgasana megahnya. Melainkan gadis desa yang hari-harinya dipenuhi pengharapan. Ternyata benar apa kata orang, dewasa tidak semenyenangkan itu. Definisi dewasa yang sesungguhnya sangat jauh dari apa yang dibayangkan oleh kebanyakan orang.
Pahit getirnya kehidupan membuat ia menjadi wanita tangguh meskipun tak jarang diselimuti oleh perasaan gagal dan ingin menyerah. Kesepian yang kian hadir di setiap malam menjadi teman tangis di ruang kecil dengan tikar tipis sebagai alas tidur. Tempat dimana ia menumpahkan segala keluh kesah yang selalu menghantui fikirannya. Tirai kamar masih terbuka, sinar rembulan yang indah menembus kaca memenuhi seisi ruang kecil itu. Alangkah indahnya suasana malam ini, bulan itu nampak bulat sempurna dengan cahayanya yang memancar jelita. Ia terdiam, dengan matanya yang masih memandangi keindahan rembulan. Perlahan mata yang terlihat lelah itu terpejam dan seketika segala kebisingan dalam kepala hilang bersamaan dengan rembulan yang lambat laun mulai tertutup awan.
Sinar mentari pagi mulai terasa hangat di tubuh, silaunya membangunkan gadis yang sedang tertidur lelap.
"Hah, kesiangan lagi"
Bola matanya membesar sembari bergegas lari ke kamar kecil untuk mengambil air wudhu. Tentunya ini bukan yang pertama kali, sembahyang di akhir waktu sudah menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan. Setelah mengenakan kain penutup aurat ia pun mengangkat kedua tangannya sembari membaca takbir.
Selepas sembahyang ia menundukkan kepala, merenungkan dirinya yang semakin jauh dari sang pencipta. Mulai disadarkan oleh segala hal yang selalu menimpanya. Ternyata bukan dunia yang jahat, juga bukan tuhan tidak adil pada dirinya. Setiap luka dan penderitaan yang hadir tidak lain adalah buah dari apa yang dilakukan semasa hidup di dunia. Rasanya tak pantas jika ada yang mengatakan bahwa tuhan tidak berlaku adil kepada setiap makhluknya. Sungguh tidak etis bukan ketika ada yang menginginkan ketenangan namun untuk menyentuhkan kening dengan sajadah saja masih terasa berat untuk dilakukan.